Puang Upe, Puang Lolo Komunitas Bissu Berpulang
REP | 01 September 2012 | 13:25
Puang Lolo Bissu, Puang Upe. (foto : dok.pribadi/disbudpar pangkep)
Hanya berselisih setahun dua bulan sejak berpulangnya Puang Matoa Bissu, Saidi bin Rudding kini kembali Komunitas Bissu Dewatae’ yang berpusat di Segeri Pangkep kembali kehilangan satu sosok penting. Semalam, Jum’at sekitar pukul 24.00 WITA, Puang Upe yang selama ini dikenal sebagai Puang Lolo Bissu dan pemangku sementara Puang Matoa Bissu sepeninggal Saidi berpulang ke rahmatullah. Kabar duka ini saya terima pagi ini, sekitar pukul 06.30 WITA dari Andi Herman, salah seorang pengurus Lembaga Adat Segeri via short message service (sms). “Assw. Innalillahi wa Inna Ilaihi Rhojiun. Telah meninggal dunia Puang Upe / Puang Lolo, Plt. Puang Matoa Bissu Segeri, Jum’at Pukul 24.00, akan dikebumikan hari ini, Sabtu Jam 12.30 Ba’da Duhur. Wss. By. Andi Herman”, demikian pesan pendek tersebut.
Kabar berpulangnya salah satu tokoh penting komunitas “waria sakti” dari peradaban Bugis kuna tersebut langsung mengundang simpati dan ungkapan duka cita dari berbagai kalangan, khususnya para pemerhati budaya, tokoh adat, pejabat daerah, pegiat seni dan sastra serta dari kalangan akademisi, pelajar dan mahasiswa. Saya pribadi mengenang sosok pewaris tradisi dan pemelihara setia arajang Segeri ini terakhir pertemuan kala mengantar beberapa jurnalis TV3 Malaysia yang bermaksud mewawancarainya setelah sebelumnya melakukan wawancara terakhir dengan Puang Matoa Bissu yang kala itu terbaring lemah di RSUD Pangkep.
Puang Upe saat maggiri dalam suatu Upacara Adat. (foto : dok.pribadi/disbudpar pangkep).
Praktis sepeninggal Puang Matoa Bissu Saidi dan Puang Lolo Puang Upe’, Bissu senior yang tersisa hanya Bissu Wa’ Matang, Bissu Ahmad, Bissu Mase, dan Bissu Juleha. Yang lainnya masih tergolong Bissu muda seperti Bissu Muharram. Salah satu kelebihan Puang Upe yang dikenang dan dikagumi, baik oleh Bissu maupun oleh masyarakat pendukungnya adalah keberaniannya menusuk matanya dengan keris saat berlangsungnya seni tari maggiri’ sebagai salah satu rangkaian dalam Upacara Adat yang sering dilaksanakan Komunitas Bissu ini.
Beberapa ungkapan duka cita atas berpulangnya Puang Upe
Salah seorang pemerhati Bissu, Sastrawan dan seniman Asdar Muis via telepon kepada penulis mengabarkan keperihatinannya yang mendalam terhadap Bissu sebagai komunitas budaya yang meringkih dan terancam punah. “Kita tidak bisa membiarkan para bissu ini kehilangan arah ?”, ujarnya di ujung telepon. Ya. Bissu memang tinggal sedikit dan saya anggap kekhawatiran itu tidaklah berlebihan. Bissu adalah bukti hidup penutur sastra kuna, Kitab epik mitik La Galigo, kitab sastra terpanjang di dunia serta pewaris nilai dan tata cara hidup berdasar kultur Bugis, “Pangngaderreng”. Begitu pula ritual budaya dan upacara adat yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sosial masyarakat Bugis Makassar.
Puang lolo Bissu (alm) didampingi Bissu Wa Matang. (foto : dok.pribadi/disbudpar Pangkep).
Saat – saat terakhir hidupnya, Puang Upe memang diketahui telah lama menderita berbagai penyakit disamping karena umurnya yang tak lagi muda. “Puang Upe’ lama menderita asma, hampir setiap hari mengeluarkan batuk yang keras disertai demam yang meninggi. Jauh sebelum Puang Matoa Bissu berpulang, Puang Upe pernah menderita stroke ringan”, jelas Andi Herman saat menghubungi penulis. Rencananya Puang Lolo Bissu, Puang Upe akan dikebumikan usai shalat duhur hari ini, Sabtu (1/9) di pekuburan islam Bocco – Boccoe, tidak jauh dari Bola Arajang Bissue’ di Segeri.
Selamat Jalan Puang Upe, Kami semua mengenangmu sebagai pelestari budaya, pengawal tradisi bugis kuna dan orang yang baik. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar