Dange’ dan Lanteangoro’, Pelengkap Eksistensi Komunitas Bissu
OPINI | 06 September 2012 | 20:46
Siapa kini yang tak mengenal Kecamatan Segeri Kabupaten Pangkep ? Jika anda mengenal komunitas “waria sakti” yang disebut Bissu, niscaya anda akan mengenal pula daerah ini. Ya, Kecamatan Segeri adalah pusat aktivitas Komunitas Bissu Dewatae’ di Pangkep. Jaraknya sekitar 70 km di utara Kota Makassar atau sekitar 30 km dari Pangkajene, ibukota Kabupaten Pangkep. Tak banyak orang yang tahu bahwa di Segeri, selain Bissu sebagai obyek wisata budaya, juga dikenal Dange’ sebagai wisata kuliner dan Lanteangoro’ sebagai obyek wisata alam. Dange’ dan Lantengoro’ adalah dua sisi berbeda yang telah lama menjadi pelengkap eksistensi komunitas Bissu.
Di sepanjang jalan poros Segeri – Mandalle yang dilewati transportasi darat dari dan ke Makassar – Toraja berjejer ratusan penjual jajanan khas dange (Turis mancanegara menyebutnya dange(r) atau danger). Dange’ adalah penganan tradisional yang terbuat dari campuran beras ketan hitam, gula merah dan kelapa. Kuliner khas ini yang biasanya hanya dapat dinikmati paska panen padi kini dapat dinikmati dan dipesan sepanjang hari dan malam di Segeri dan akan terasa lebih nikmat jika disajikan hangat berteman kopi sambil menyaksikan pemandangan Bulu Lanteangoro’ (Gunung tertinggi di Segeri, berada di timur Jalan Poros Segeri-Mandalle).
Dalam setiap penyelenggaraan Mappalili (Upacara Adat Turun Sawah) dan Mappadendang (Upacara Adat Paska Panen Padi) selalu dihadirkan kuliner tradisional Dange’. Kalau disajikan pada Upacara Adat Mappalili maka Pulo Bolong (tepung beras ketan hitam) yang dipakai membuat Dange adalah hasil panen tahun sebelumnya, sedangkan Dange’ yang disajikan pada Ritual Mappadendang adalah Pulo Bolong hasil panen padi yang baru saja dilaksanakan. Bissu adalah Tokoh utama dari kedua penyelenggaraan ritual adat Mappalili dan Mappadendang tersebut. Mengapa harus ada Dange di setiap acara ritual adat tersebut, tentunya Bissu-lah yang lebih mengetahuinya.
Dange atau Pulo Bolong. (foto : dok.pribadi/mfaridwm)
Dalam setiap penyelenggaraan Mappalili (Upacara Adat Turun Sawah) dan Mappadendang (Upacara Adat Paska Panen Padi) selalu dihadirkan kuliner tradisional Dange’. Kalau disajikan pada Upacara Adat Mappalili maka Pulo Bolong (tepung beras ketan hitam) yang dipakai membuat Dange adalah hasil panen tahun sebelumnya, sedangkan Dange’ yang disajikan pada Ritual Mappadendang adalah Pulo Bolong hasil panen padi yang baru saja dilaksanakan. Bissu adalah Tokoh utama dari kedua penyelenggaraan ritual adat Mappalili dan Mappadendang tersebut. Mengapa harus ada Dange di setiap acara ritual adat tersebut, tentunya Bissu-lah yang lebih mengetahuinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar