Selamat Jalan Bissu Wa’Nure
REP | 11 April 2013 | 11:28
Bissu WaNure sedang maggiri dalam suatu upacara adat semasa hidupnya. (foto : dok.penulis/humas_Pangkep)
Satu persatu Bissu di Pangkep meninggal dunia dan terancam “punah”. Setelah Puang Matoa Bissu Saidi berpulang dalam Tahun 2011 (28 Juni 2011), setahun setelahnya Puang Lolo Bissu yang dijabat Puang Upe juga berpulang pada tanggal 1 September 2012. Kedua Bissu senior yang disegani ini meninggalkan komunitasnya yang terseok-seok mempertahankan talenta kepercayaan dan tradisi Bugis masa silam. Atas dasar kesepakatan Dewan Hadat Segeri, diangkatlah Juleha, salah seorang Bissu yang tergolong muda untuk memangku jabatan sebagai pemimpin komunitas ‘waria sakti’ ini. Hanya berselang tujuh bulan, salah seorang Bissu senior, Wa’Nure juga telah menyusul kedua rekannya.
Kabar kematian Bissu Wa’Nure, penulis dengar langsung dari Andi Herman, Rabu (10/4), salah seorang pengurus lembaga Adat Segeri, tempat dimana Komunitas Bissu memusatkan kegiatannya. Anehnya, Andi Herman sendiri mengaku baru mengetahuinya setelah Bissu Wa’Nure, yang sekira berumur 65 tahun, telah meninggal dua pekan lalu di Kalimantan. “Beliau berpulang di Kalimantan, sekitar dua pekan lalu. Memang selama ini bissu tak memiliki kegiatan dan tak ada permintaan penyelenggaraan upacara adat, Wa’Nure lebih banyak berada di Kalimantan berkumpul bersama keluarganya yang ada disana,” ujar Andi Herman yang juga Staf Protokoler Humas Pemkab Pangkep ini.
Ketika kabar kematian Bissu Wa’Nure ini penulis konfirmasikan kepada Andi Makin, Ketua Pengurus Lembaga Adat Segeri mengakui bahwa memang Bissu Wa’Nure telah meninggal dunia. “Yang membawa kabar kematian Bissu Wa’Nure itu adalah H. Dede, yang pada Hari Rabu kemarin (10/4) baru pulang dari Balikpapan Kalimantan Timur. Dari H. Dede-lah, kita semua warga Segeri mengetahui bahwa Bissu Wa’Nure telah meninggal dunia di Balikpapan Kalimantan Timur. Dengan kabar berpulangnya Wa’Nure ini, kita semua merasa kehilangan, hal ini jugalah yang disampaikan Puang Matoa Bissu Juleha dan Puang Lolo Bissu, Nani kepada saya. Yang jelas, satu lagi Bissu meninggal dunia dan kita semua kehilangan dan turut berduka”, ungkapnya.
Bissu WaNure sedang maggiri dalam suatu upacara adat semasa hidupnya. (foto : dok.penulis/humas_pangkep)
Bagi sebagian besar orang, Bissu memang tak lagi penting keberadaannya, apalagi telah banyak orang meninggalkan kebiasaan lama, seperti massanro (meminta bantuan pengobatan ke Bissu), assuro cini’ (meminta ramalan kepada Bissu mengenai masa depan seseorang), atau maggiri (meminta Bissu melakukan seni tari maggiri dalam suatu upacara adat), dan lain sebagainya. Semakin sedikitnya Bissu, kini hanya berjumlah 12 orang dan yang aktif hanya 7 orang, secara tidak langsung juga merupakan ancaman bagi pemeliharaan benda-benda pusaka (arajang) Kekaraengan Segeri yang selama ini dibawah pemeliharaan Bissu.
Seingat penulis, terakhir kali Bissu tampil dalam suatu acara formal Pemerintah Kabupaten Pangkep adalah pada saat diselenggarakannya Festival Sop Saudara dalam Bulan Desember 2012. Hal ini diamini oleh Drs Ahmad,M.Si, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pangkep. Namun ketika disampaikan kabar kematian Bissu Wa’Nure, ia mengaku tidak tahu. Begitupula dengan Asri Taliu, Staf Disbudpar Bidang Kebudayaan, yang mengaku kaget atas informasi kematian Bissu Wa’Nure dari penulis. “Saya tidak tahu pak, kapan berpulangnya?, kenapa tidak ada informasi yang masuk ke kantor?” Bissu memang terlupakan dan seakan sengaja dilupakan ditengah banyaknya agenda pembangunan fisik obyek wisata. Bissu yang sejatinya adalah pelaku wisata budaya dan telah lama “dieksploitasi” sebagai ikon wisata budaya, namun nasibnya setiap tahun tetap saja memprihatinkan.
Dari kiri ke kanan : Penulis, Bissu WaNure dan Andi Herman. (foto : dok.penulis)
Tak banyak tulisan yang merekam jejak kebissuan Wa’Nure. Andi Herman, pengurus Lembaga Adat Segeri hanya mengetahuinya sebagai salah seorang Bissu senior. Beberapa kawan yang pegiat budaya dan literasi di Pangkep mengingat sosok Wa’Nure sebagai sosok yang berbadan besar dan mukanya mirip Gajah Mada, Patih Kerajaan Majapahit di Jawa. “Siapa yang meninggal kak, Wa’ Nure itu Bissu yang mirip Gajah Mada,” ujar Ahyar Manzis, Pemimpun Umum Majalah Sastra “Lentera” mencoba mengingat Sosok Wa’Nure kala bersama penulis melayat ke rumah duka Puang Upe, tujuh bulan lalu di Segeri.
Tak banyak kenangan yang bisa dituliskan tentang Wa’Nure, selain memang karena Bissu yang satu ini tergolong tertutup bicara soal kebissuannya. Satu lagi Bissu telah pergi dan kepergiannya tetap menyimpan misteri tentang pribadi kebissuannya. Selamat Jalan Wa’ Nure ……. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar