#header img { max-width: 99%; max-height:90%; margin:1px 1px;padding:0px;} .post img { vertical-align:bottom; max-width:90%; max-height:90% } #navigation img { vertical-align:bottom; max-width:80%; }

Jumat, 28 Februari 2014

La Pawawoi Karaeng Sigeri (1895–1905)

La Pawawoi Karaeng Sigeri (1895–1905)


                                                                 
                             
    La Pawawoi Karaeng Sigeri menggantikan saudaranya MatinroE ri Bolampare’na menjadi Mangkau’ di Bone. Waktu itu La Pawawoi Karaeng Sigeri sebenarnya sudah tua, tetapi karena memiliki hubungan baik dengan Kompeni Belanda, sehingga dirinya yang ditunjuk untuk menjadi Mangkau’ di Bone. Seperti pada tahun 1859 M. La Pawawoi Karaeng Sigeri membantu Kompeni Belanda memerangi Turate dan ketika kembali dari Turate, pada tahun 1865 M, maka diangkatlah sebagai Dulung Ajangale. Karena itulah yang dijanjikan oleh Pembesar Kompeni Belanda kepadanya ketika membantu memerangi Turate.
Keberanian dan kecerdasan La Pawawoi Karaeng Sigeri dalam berperang menjadi buah tutur sehingga namanya menjadi populer. Ketika saudaranya We Banri Gau MatinroE ri Bolampare’na menjadi Mangkau’ di Bone, La Pawawoi Karaeng Sigeri diangkat menjadi Tomarilaleng di Bone.
Setelah selesai memerangi Turate, karena La Pawawoi dianggap berjasa dalam membantu Kompeni Belanda, maka dimintalah untuk menjadi Karaeng di Sigeri. Ketika Karaeng Bontobonto melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda, La Pawawoi Karaeng Sigeri dipanggil kembali oleh Kompeni Belanda untuk membantu meredakan perlawanan Karaeng Bontobonto tersebut. Perlawanan Karaeng Bontobonto yang dimulai pada tahun 1868 M. dan nanti pada tahun 1877 M. baru dapat dipadamkan.
Karena Pembesar Kompeni Belanda merasa berutang budi atas bantuan yang diberikan oleh La Pawawoi Karaeng Sigeri, maka diberikanlah penghargan berupa Bintang Emas besar dengan kalung yang dinamakan ; De Grote Gouden ster voor traun en verdienste.
Kesepakatan Hadat Tujuh Bone dengan Kompeni Belanda dan Arumpone untuk mengusir Karaeng Popo dari Bone. Setelah Karaeng Popo kembali ke Gowa, anaknya yang bernama We Sutera Arung Apala meninggal dunia pada tahun 1903 M.
Pada tanggal 16 Februari 1895 M. terjadi lagi kesepakatan antara Kompeni Belanda dengan Bone untuk memperbaharui Perjanjian Bungaya. Dengan demikian, Kompeni Belanda bertambah yakin bahwa persahabatannya dengan Bone sudah sangat kuat. Akan tetapi setahun setelah terjadinya kontrak persahabatan itu, Belanda melihat adanya tanda-tanda bahwa perjanjian yang pernah disepakati bakal diingkari oleh Arumpone.
Pada tanggal 16 Februari 1896 M. perjanjian itupun dilanggar dan mulailah berlaku keras terhadap sesamanya Arung dan juga kepada orang banyak. Tindakan itu, seperti diperanginya Sengkang dan Arung Peneki, La Oddang Datu Larompong, dengan alasan bahwa Arung Peneki dan Datu Larompong menghalangi dagangan garamnya untuk masuk ke Pallime. Bagi Arung Sengkang, mencampuri perselisihan antara Luwu dengan Enrekang.
Untuk itu Pembesar Kompeni Belanda di Ujungpandang yang bernama Tuan Krussen memperingatkan, tetapi La Pawawoi Karaeng Sigeri tidak mengindahkannya. Pada tahun 1904 M. Gubernur Kompeni Belanda meminta sessung (bea) pada Pelabuhan Ujungpandang dan dihalangi oleh Arumpone. Disamping itu Kompeni Belanda juga meminta untuk mendirikan loji di BajoE dan Pallime, kemudian membayar kepada Arumpone sesuai dengan permintaannya. Semua itu ditolak oleh Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri. Bahkan Arumpone memungut sessung bagi orang Bone yang ada diluar Bone.
Karena permintaan Kompeni Belanda merasa tidak diindahkan oleh Arumpone, maka pada tahun 1905 M. Bone diserang. Penyerangan dipimpin oleh Kolonel van Loenen dengan persenjataan yang lengkap. Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri bersama putranya Baso Pagilingi mundur ke arah Palakka dan selanjutnya ke Pasempe. Sementara tentara Belanda memburu terus, hingga akhirnya Arumpone dengan laskar serta sejumlah keluarganya mengungsi ke Lamuru, Citta dan terus ke Pitumpanuwa Wajo.
Adapun Panglima Perang Arumpone , ialah putra sendirinya yang bernama Abdul Hamid Baso Pagilingi dibantu oleh Ali Arung Cenrana, La Massikireng Arung Macege, La Mappasere Dulung Ajangale, La Nompo Arung Bengo, Sulewatang Sailong, La Page Arung Labuaja. Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri bersama Baso Pagilingi yang lebih dikenal dengan sebutan Petta PonggawaE serta sejumlah laskar pemberaninya terakhir berkedudukan di Awo perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja.
Bone diserang oleh tentara Belanda mulai tanggal 30 Juli 1905 M. dan Arumpone mengungsi ke Pasempe. Tanggal 2 Agustus 1905 M. tentara Belanda menyerbu ke Pasempe, akan tetapi Arumpone dengan laskar dan keluarganya sudah meninggalkan Pasempe dan mengungsi ke Lamuru dan selanjutnya ke Citta.
Dalam bulan September 1905 M. Arumpone dengan rombongannya tiba di Pitumpanuwa Wajo. Tentara Belanda tetap mengikuti jejaknya dan nanti pada tanggal 18 November 1905 M. barulah bertemu laskar pemberani Arumpone dengan tentara Belanda dibawah komando Kolonel van Loenen. Pada saat itu, Baso Pagilingi Petta PonggawaE gugur terkena peluru Belanda, maka Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri memilih untuk menyerah. Pertimbangannya adalah kondisi laskar yang semakin menurun dan gugurnya Panglima Perang Bone yang gagah perkasa.
Arumpone ditangkap dan dibawa ke Parepare, selanjutnya naik kapal ke Ujungpandang. Selanjutnya dari Ujungpandang dibawa ke Bandung. Sepeninggal La Pawawoi Karaeng Sigeri, pemerintahan di Bone hanya dilaksanakan oleh Hadat Bone.
Pada tanggal 2 Desember 1905 M. Gubernur Jenderal Belanda di Jakarta menentukan bahwa TellumpoccoE (Bone – Soppeng – Wajo) di Celebes Selatan disatukan dalam satu pemerintahan yang dinamakan Afdeling Bone yang pusat pemerintahannya berada di Pompanuwa. Di Pompanuwa inilah berkedudukan Pembesar Afdeling yang disebut Asistent Resident.
Afdeling Bone dibagi menjadi lima bahagian, yaitu tiap-tiap bahagian disebut Onder Afdeling dan dipegang oleh seorang yang disebut Tuan Petoro. Petoro itu dibagi lagi menjadi ; Petoro Besar ialah Asistent Resident, Petoro Menengah ialah Controleur dan Petoro Kecil ialah Aspirant Controleur. Ketiga tingkatan itu semua dipegang oleh orang Belanda, sedangkan tingkat dibawahnya bisa dipegang oleh orang pribumi kalau memiliki pendidikan yang memadai.
Tingkat yang bisa dipegang oleh orang pribumi seperti Landshap atau Bestuur Assistent. Dibawanya disebut Kulp Bestuur Assistent yang biasa dipendekkan menjadi K.B.A.
Adapun bahagian-bahagian Afdeling Bone, adalah ;
  1. Onder Afdeling Bone Utara, ibu kotanya di Pompanuwa.
  2. Onder Afdeling Bone Tengah, ibu kotanya di Watampone, diperintah oleh Petoro Tengah yang disebut Controleur.
  3. Onder Afdeling Bone Selatan, ibu kotanya di Mare diperintah oleh Aspirant Controleur.
  4. Onder Afdeling Wajo, ibu kotanya Sengkang (sebelum Belanda di Tosora) diperintah oleh Controleur.
  5. Onder Afdeling Soppeng, ibu kotanya Watassoppeng diperintah oleh Controleur.
Kembali kepada kedatangan Arumpone La Pawawoi Karaeng Sigeri di Pitumpanuwa, karena pada saat itu memang termasuk dibawah kekuasaan Bone. Disebut Pitumpanuwa karena ada tujuh wanuwa yang berada dibawah pengaruh Bone. Ketujuh wanuwa tersebut, adalah ; pertama Kera, kedua Bulete, ketiga Leworeng, keempat Lauwa, kelima Awo, keenam Tanete, ketujuh Paselloreng.
Setelah Bone kalah yang dalam catatan sejarah disebut Rumpa’na Bone, barulah diambil oleh Belanda dan diserahkan kepada Wajo. Akan tetapi hanyalah berbentuk Lili Passeajingeng artinya segala perintah tetap dikeluarkan oleh Kompeni Belanda. Begitu pula di Bone, sejak ditawannya La Pawawoi Karaeng Sigeri segala perintah hanya dilakukan oleh Hadat Bone dibawah kendali Kompeni Belanda.
Di Wajo tetap Arung Matowa Wajo yang menjadi penyambung lidah Kompeni Belanda, sedang di Soppeng dilakukan oleh Datu Soppeng dan Bone dilakukan oleh TomarilalengE.
Yang pertama – tama dilakukan oleh Kompeni Belanda setelah Arumpone diasingkan ke Bandung, adalah mengumpulkan semua sisa-sisa persenjataan dari laskar Arumpone yang masih tersimpan. Dipungutlah sebbu kati (persembahan) dari masyarakat sebesar tiga ringgit untuk satu orang. Pungutan itu adalah pengganti kerugian Belanda selama berperang melawan Arumpone.
Setelah pungutan yang diberlakukan di wilayah TellumpoccoE selesai, mulai Belanda membuat jalan raya. Seluruh laki-laki yang mulai dewasa sampai kepada laki-laki yang berumur 60 tahun diwajibkan bekerja untuk membuat jalan raya tersebut. Bagi yang tidak mampu untuk bekerja dapat membayar sebesar tiga ringgit.
Ketika Belanda merasa tenang dan tidak ada lagi persoalan yang berat dihadapi, maka ibu kota Afdeling Bone dipindahkan dari Pompanuwa ke Watampone. Assistent Resident Bone berkedudukan di Watampone.
Adapun La Pawawoi Karaeng Sigeri yang pada mulanya diasingkan di Bandung, akhirnya dipindahkan ke Jakarta. Pada tanggal 11 November 1911 M. La Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia di Jakarta, maka dinamakanlah MatinroE ri Jakarta. Dalam tahun 1976 M. dianugrahi gelar sebagai Pahlawan Nasional, dan kerangka jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Setelah La Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia, tidak jelas siapa sebenarnya anak pattola (putra mahkota) yang bakal menggantikannya sebagai Mangkau’ di Bone. Baso Pagilingi yang dipersiapkan untuk menjadi putra mahkota, ternyata gugur dalam pertempuran melawan Belanda di Awo. Pada saaat gugurnya Baso Pagilingi Petta PonggawaE, La Pawawoi Karaeng Sigeri langsung menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah.
Rupanya La Pawawoi Karaeng Sigeri melihat bahwa putranya yang bernama Baso Pagilingi itu adalah benteng pertahanan dalam perlawanannya terhadap Belanda. Sehingga setelah melihat putranya gugur, spontan ia berucap ; Rumpa’ni Bone, artinya benteng pertahanan Bone telah bobol.
Baso Pagilingi itulah yang dilahirkan dari perkawinannya dengan isterinya yang bernama We Karibo cucu dari Arung Mangempa di Berru. Karena hanya itulah isterinya yang dianggap sebagai Arung Makkunrai (permaisuri) di Bone. Ketika La Pawawoi Karaeng Sigeri menjadi Mangkau’ di Bone, diangkat pulalah putranya Baso Pagilingi Abdul Hamid sebagai Ponggawa (Panglima Perang).
Baso Pagilingi Abdul Hamid kawin dengan We Cenra Arung Cinnong anak dari La Mausereng Arung Matuju dengan isterinya We Biba Arung Lanca. Dari perkawinannya itu, lahirlah La Pabbenteng Arung Macege.
Selanjutnya La Pawawoi Karaeng Sigeri kawin lagi dengan Daeng Tamene, yang juga cucu dari Arung Mangempa di Berru. Dari perkawinannya itu lahirlah seorang anak perempuan yang bernama We Tungke Besse Bandong, karena inilah isteri yang mengikutinya sewaktu diasingkan ke Bandung. Kemudian We Tungke Besse Bandong kawin dengan La Maddussila Daeng Paraga anak dari Pangulu JowaE ri Bone saudara MatinroE ri Jakarta dengan isterinya yang bernama We Saripa.
Ketika La Pabbenteng diangkat menjadi Arumpone, suami Besse Bandong yang bernama Daeng Paraga diangkat pula menjadi MakkedangE Tana. Karena MakkedangE Tana meninggal dunia, maka Besse Bandong kawin lagi dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang SombaE ri Gowa, anak dari I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo dengan isterinya Karaeng Tanatana.
Adapun anak La Pawawoi Karaeng Sigeri dengan isterinya yang bernama We Patimah dari Jawa Sunda, ialah La Mappagau. Inilah yang melahirkan La Makkulawu Sulewatang Pallime. Anak selanjutnya bernama Arung Jaling, inilah yang kawin dengan Ali Arung Cenrana anak dari La Tepu Arung Kung dengan isterinya We Butta Arung Kalibbong. Dari perkawinannya itu lahirlah ; pertama bernama We Manuare , kedua bernama Arase, ketiga bernama La Sitambolo.
Ketika La Pawawoi Karaeng Sigeri diasingkan ke Bandung, pemerintahan di Bone hanya dilaksanakan oleh Hadat Tujuh Bone. Hadat Tujuh Bonelah yang melakukan pembaharuan Perjanjian Bungaya dengan Kompeni Belanda. Dengan demikian selama 26 tahun tidak ada Mangkau’ di Bone. Setelah Kompeni Belanda merasa tenang, baru mengangkat salah seorang putra mahkota untuk menjadi Mangkau di Bone.

Makam Sultan Hasanuddin

Makam Sultan Hasanuddin

Makam Sultan Hasanuddin , obyek wisata sejarah terletak di komplek pemakaman raja-raja Gowa di Katangka Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan. Di tempat yang sama dimakamkan pula Sultan Alauddin (Raja yang mengembangkan agama Islam pertama di Kerajaan Gowa) dan disebelah kiri depan komplek makam, terdapat lokasi tempat pelantikan raja Gowa yang bernama Batu Pallantikan.
Akses ke kawasan Makam Sultan Hasanuddin sangat dekat dari Kota Makassar ,menggunakan kendaraan darat 30 menit
Makam Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1629 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 ) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar.
Diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
Sultan Hasanuddin putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakanPerdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Sultan Hasanuddin lahir tahun 1629, menjadi raja tahun 1652, meletakkan jabatan tahun 1668 dan wafat tanggal 12 Juni 1670. ( catatan di Makam Sultan Hasanuddin) ,Dimakamnya jg tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe Mohammad Bakir yang merupakan nama kecil Sultan Hasanuddin

Sumber : http://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/makam-sultan-hasanuddin/

Komparasi Tu Manurung Perspektif Lontara Bugis-Makassar dengan Paradigma Sosiologi Thomas Kun

Komparasi Tu Manurung Perspektif Lontara Bugis-Makassar dengan Paradigma Sosiologi Thomas Kun

OPINI | 30 September 2013 | 08:13 Dibaca: 191    Komentar: 0    1
13805032912067112570
Dalam tulisan Tu Manurung Part I saya telah memaparkan empat sudut pandang Tu Manurung. Pada kesempatan ini saya akan mencoba untuk mengkomparasikan salah satu perspektif Tu manurung dengan paradigma sosiologi Thomas kun yaitu Tu Manurung perspektif lontara. Sebelumnya saya akan mengutip kensesus dalam Lontara’ antara Tu Manurung dengan rakyat yang diwakili oleh matoa.
Rakyat : anginlah engkau dan kami daun kayu
Kemana engkau berhembus kesana kita serta
Kehendakmu, menjadi kehendak kami pula,
Apa nian titahmu, kami junjung
Perintahlah kami penuhi,
mintalah dari kami, dan kami akan memberimu,
engkau menyeru, kami dating
terhadap anak isteri kami yang engkau celah
kami pun akan mencelahnya,
akan tetapi pimpinlah kami
kearah ketentraman, kesejahtraan, dan perdamaian.
Tu Manurung : kami menjujungnya,
Keatas batok kepala
Janjimu hai orang banyak,
Kami tempatkan dalam rumah keemasan kemuliaan janjimu
Ketika ini, engkau bersatu padu menerima kami
Sebagai RAJA-mu.
Konsesus ini merupakan batasan Hak dan Kewajiban antara Raja dalam hal ini Tu Manurung dengan rakyat.
Paradigma Sosiologi Thomas Kun
“Paradigma I – Normal Sience – Anomali – Krisis – Revolusi – Paradigma II”
Thomas kun melihat bahwa dalam waktu tertentu institusi sosial didominasi oleh satu paradigma tertentu, yaitu suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam sebuah masyarakat.
Paradigma I yaitu paradigma yang mendominasi dimana kecenderungan pola pikiran, prilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh paradigma dominan. Normal sience dimana integritas paradigma dominan dalam masyrakat berjalan normal. Sedangkan anomali ketika terjadinya penyimpangan yang menyebabkan pertentangan, dikarenakan paradigma dominan dalam ruang lingkup paradigma I dan normal sience tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai terhadap persoalan-persoalan yang timbul. Ketika penyimpangan terjadi terus menerus maka pada suatu kondisi penyimpangan tersebut akan memnuncak, maka suatu krisis akan timbul dan paradigma dominan itu sendiri mulai disangsikan validitasnya. Bila krisis sudah demikian seriusnya maka titik puncak krisis tersebut akan terjadi revolusi, dan memuncukan paradigma baru sebagai solusi yang mampu menyelesaikan penyimpangan yang terjadi pada paradigma sebelumnya. Jadi revolusi ini merupakan sesuatu yang sangat mendasar terjadinya transisi paradigma dalam masyarakat, ketika paradigma dominan mulai menurun pengaruhnya dan digantikan oleh paradigma baru yang lebih dominan.
“Komparasi”
Sebelum kedatangan Tu Manurung masyarakat bugis-makassar terbagi atas kelompok-kelompok yang dipimpin oleh matoa atau Appang seperti saya jelaskan pada Tu Manurung Part I. Kelompok tersebut bersifat homogen garis keturunan mereka masing-masing berbeda. Misalnya kelompok 1 ; berasal dari keturunan A dan B, kelompok 2 ; C dan D pada dasarnya tidak ada pernikahan antara anggota kelompok 1 dan 2 akan tetapi keturunan merekalah masing-masing yang saling menikahi dan hubungan antara anggota dalam kelompok merupakan hubungan isomorfis satu sama lain, inilah Paradigma dominan yang mempengaruhi pola pikiran, prilaku masyarakat pra Tu Manurung disebut dengan Paradigma I.Integritas anggota dalam satu kelompok merupakan kondisi Normal Sience. Ketika terjadi penyimpanagan yaitu ‘sianre bale’ yang dikarenakan paradigma dominan tidak bisa memberikan solusi atas persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, kondisi ini disebul Anomali. Dengan terjadinya anomali maka kisruh sosial tidak bisa dihentikan karna penyimpangan terjadi terus menerus dimana anggota kelompok saling memangsa satu sama lain begitu pula antara kelompok satu dengan kelompok yang lain saat penyimpangan klimaks maka akan menyebabkan krisis. Pada titik puncak krisis akan terjadi revolusi disilah kehadiran sosok Tu manurung sebagai solusi dan membentuk paradigma baru (paradigma II) Tu Manurung merupakan syarat transisi paradigma I ke paradigma II.
Jadi kesimpulan saya Perspektif Tu Manurung Lontara merupakan dialektika sosial yang dinamis. Transisi paradigma dominan dalam masyarakat bugis-makassar akan terus berubah ketika terjadi Anomali – Krisis – Revolusi, kemudian melahirkan paradigma baru. Seperti yang kita lihat kondisi sekarang dimana Era Tu Manurung digantikan dengan Era demokrasi. Walaupun terjadi dekontekstualisasi transisi paradigma Tu manurung dengan Demokrasi. Ini akan saya bahas pada tulisan Tu Manurung Part berikutnya.
“Haeruddin Syams Masagenae”
http://coretantumasagenae.blogspot.com

Lontara Baca-bacana Ugi'e

Lontara Baca-bacana Ugi'e

Bangsa bugis seperti halnya bangsa-bangsa di dunia memiliki semacam kepercayaan atau keyakinan yang dijadikan sebagai pegangan atau petunjuk hidup dalam melakoni hidupnya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam era globalisasi sekarang ini disamping menyandarkan hidup kepada Allah Yang Maha Esa  masih sering didapati di tengah-tengah kehidupan masyarakat Bugis mempercayai sesutu tradisi budaya yang dianggapnya dapat dijadikan sebagai petunjuk atau pananrang atau rapang dalam kehidupannya. Percaya atau tidak ? Berikut ini kami haturkan untuk Anda.

1.  Petunjuk Dasar Hidup dan  Petunjuk Waktuyang biasanya dipakai ketika kita akan memulai sesuatu :

Hari/Jam
6 - 8
8 - 11
11 - 12
12 - 13
3 - 6
SENIN
Kosong
Mayat
Berisi
Pulang Kosong
Hidup
SELASA
Puilang Kosong
Kosong
Hidup
Mayat
Berisi
RABU
Hidup
Mayat
Berisi
Kosong
Pulang Kosong
KAMIS
Pulang Pokok
Kosong
Hidup
Mayat
Berisi
SELASA
Kosong
Mayat
Hidup
Pulang Pokok
Berisi
SABTU
Berisi
Kosong
Pulang Kosong
Hidup
Mayat
MINGGU
Pulang Kosong
Hidup
Mayat
Berisi
Kosong

2) Panessayangngi Harasiayana  Ompona Ulengnge : ( Rahasia perhitungan bulan )

   3  ompona ulengnge. nari passuna Neneta Adam AS. pole ri Suruga.
   5  ompona ulengnge natelleng lopinna Nabi Nohong AS. ri tengnga tasi’.
   12 ompona ulengnge naritunu Nabi Ibrahim AS. pole Namrutz rajana kapere’e.
   16 ompona ulengnge naribuang Nabi Yusupu AS. noo ri bubungnge pole ri daengna.
   21 ompona ulengnge narilanti’ Fir’aun puangna kapere’e.
   24 ompona ulengnge naemme’i bale Nabi Yunus AS. ri tengnga tasi’e
   25 ompona ulengnge nakenna tikka Tanah Arab pitu taung ettana, anana’mi nabalu’ naengka nanre.
     
3) Panessaiyangngi Esso Natuju Muharram : ( Rahasia hari bulan Muharram)

   Senin         :   Maega dalle’, maega bosi namaega anging.
   Selasa        :   Makurang bosi, maega anana’ jaji namalessi taue runtu’ abala.
   Rabu          :   Mompo masagalae, serrangng, maega tau masolang agaganna nasaba’ mabbettui bulue.
   Kamis         :   Maega ricu, maega bosi, masussai pemerintahangnge, menre’ maneng angke’na agagae.
   Jumat         :   Biasa taue mpunoi baenena, makanja’ assele’na taneng-tanengnge.
   Sabtu         :   Maega bosi, biasa kedo tanae namaega dalle’.
   Minggu        :  Makanja’i taneng-tanengnge, makurang wassele’.

4) Pananrang Ompona Ulengnge. (Perhitungan bulan)

1 ompona ulengnge (esso nyarang). Majai yappanoreng bine, isaureng tennung iyare’ga yappatettongeng bola.
2 ompona ulengnge (esso jonga). Anana’ jaji mawijai, agi-agi ripegau madeceng manengngi, madeceng rilaongeng sompe’, madeceng     rilaongeng mamusu, pakalaki’.
3 ompona ulengnge (esso singa). Maja yappabbottingeng, yattanengeng, yappatettongeng bola, yappanoreng bine, yattanengeng,     rilaongengngi runtukki’ lasa.
4 ompona ulengnge (esso meong). Najajiangngi ana’ oroane madeceng, madeceng yappanoreng bine, yappammulang balu’-balu’,   yappabbottingeng sibawa yattanengeng.
5 ompona ulengnge (esso tedong). Rekko nakennaki lasa maladde’i, agi-agi ripugau maja manengngi ritu, anana’ jaji madorakai.   Wettu natelleng lopinna Nabi Nohong AS.
6 ompona ulengnge (esso balao). Madeceng rilaongeng sompe’, yappabbottingeng, yangelliang olo’-kolo’, nenniya yappanoreng bine.
7 ompona ulengnge (esso bale). Maja tomminreng, nakennaki’ lasa maladde’i, madecengmi yonroi mebbu parewa pakkaja.
8 ompona ulengnge (esso saping). Medeceng yappabbottingeng. Rekko ateddengengngi’ masitta’ moi iruntu’.
9 ompona ulengnge (esso asu). Rilaongengngi wanua runtukki’ abala, maja yappatettongeng bola iyakkiya madeceng yonroi   massinge’.
10 ompona ulengnge (esso naga). Najajiangngi ana’ mancaji ana’ maupe’ namasempo dalle’, nakennaki’ lasa magatti’mui paja,    makessing rilaongeng sompe sibawa matteppang bibi’ ri pangempangnge.
11 ompona ulengnge (esso macang). Madeceng rilaongeng wanua, yenrekeng mekkah, yappammulang balu’-balu’, makessing narekko    engka anana’ jaji masempo dalle’.
12 ompona ulengnge (esso nyarang). Madeceng rilaongeng makara-kara ri kantoro’e pakalaki’, madeceng riyabbolang iyare’ga    yappammulang balu’-balu’.
13 ompona ulengnge (esso gajah). Agi-agi rijama maja manengngi ritu, laoki’ ri wanua runtuki’ lasa karing.
14 ompona ulengnge (esso saping). Madeceng yappammulang balu’-balu’, yappatettongeng, yappabbottingeng, rekko malasaki’    masitta’ paja. Esso najajiangengnge Nabi Sulaiman AS.
15 ompona ulengnge (esso bembe’). Maja yappatettongeng bola tennasalai lasa bolata sibawa rilaong wanua naiyakia anana’ jaji    makanja’ tapi matengnge’ totona kawing / botting
16 ompona ulengnge (esso bawi). Madeceng yonroi taneng anu lorong-lorong, agi-agi rijama maja maneng ritu, madeceng toi yonroi    mebbu sipu doi (tabungeng).
17 ompona ulengnge (esso jarakania). Madeceng rilaongeng sompe’, madeceng rilaongeng madduta, rilaoang tau mapparentae,    malasaki’ magatti’ paja sibawa ateddengeki’ magatti’ iruntu’.
18 ompona ulengnge (esso saping). Madeceng rilaongeng sompe’, jajiang ana’ makessing rupa. Esso ri ebbuna majanna ulengnge.
19 ompona ulengnge (esso ceba). Madecengngi yappammulang balu’-balu’, rilaoang wanua rekko  najajiang ana’ masempo dalle’i.
20 ompona ulengnge (esso walli). Madeceng rilaoangeng madduta itarimaki’ Insya Allah, najajiangngi anana’ malampe sunge’i,    masempo dalle namanyameng kininnawa toi lao ri padanna ripancaji. Iyana esso najajiangngi Nabi Ismail AS.
21 ompona ulengnge (esso macang). najajiangi anana’ madorakai ri Puangnge, maja yappabbottingeng naiyakkiya madeceng    yappammulangeng lanro bessi.
22 ompona ulengnge (esso tau). Esso ripancajinna malaeka’e, madeceng rilaoangeng sompe’, rilaongeng mammusu pakalaki’, idi’    rilaoi rikalaki’, agi-agi rijama madeceng maneng rekko malasaki’ masitta’mui paja.
23 ompona ulengnge (esso ula). Madeceng riappatettongeng bola, yappabbottingeng, yappasangeng belle, maja yappanoreng bine,    madeceng yonroi melli pakeang namasitta’ tattamba.
24 ompona ulengnge (esso pari). Maja yappabbottingeng maponco’i, madeceng yonroi lati arung, esso najajiangnge Fir’aun, natoa’i    bale Nabi Yunus AS. maja narekko anana’ jaji.
25 ompona ulengnge (esso nyarang). Maja rilaoang sompe’ mateki’ rilaotta, riappabbottingeng maponco’i, majai rilaoang mabbalu’,    esso najajiangngi Iblis, najajiangngi anana’ madorakai.
26 ompona ulengnge (esso serra’). Madeceng rilaoang sompe’, riangelliang, yappabbottingeng rekko najajiangngi anana’ malampe    sungei.
27 ompona ulengnge (esso uleng). Najajiangi anana’ maraja taui ri padanna ripancaji ri Puangnge, makessing riappanoreng bine    sibawa mabbalu’-balu’.
28 ompona ulengnge (esso kalapung). Madeceng yonroi mebbu parewa pakkaja, rilaoang, yappabbottingeng sibawa    yattaneng-tanengeng.
29 ompona ulengnge (esso ati). Makessing rilaoang madduta, sompe’ cabigi, najajiangngi anana’ pallasa-lasangngi.
30 ompona ulengnge (esso panning). Madeceng yappammulang dangkang, mattaneng-taneng, narekko rilaoangi wanua wettu assara’pi,    najajiangi anana’ matinului pigau’ pasuroanna Allahu Ta’ala nenniya duae pajajianna. Iyana wettu ripancajinna esso wennie.

5. Lontara’ Tuntungeng Sempajang. (Tuntutan Shalat menurut Lontara)

1. Mappalebba  Sujjadang (melaksanakan sembahyang)
   “Tubuku sempajang, atikku massempajang, nyawaku bawa sempajang, tajakku naletturi sempajang".
   Nia’na (Usallina)
   “Muhammad sabbika’, jibrilu palettukennga ri Allahu Ta’ala”, nappa ribaca nia’ (sallina) sempajangnge.
   Riyolona ribaca “allahu akbar kabiran”, ribacai riase’ inappai ribaca Al-Fatihah. Ri wettu mabbere selleng  ribacai “Muhammad    ri ataukku Jibrilu ri abioku”.
 Artinya : Tubuhku sembahyang, jiwaku sembahyang,ruhku sembahyang, cahayaku tujuan sembahyang
              Muhammad saksikan, Jibrilyang sampaikan kepada Allah,kemudian baca Alfatihah.

2. Suke’ Bola Magello’e  ( Doa mendirikan rumah)

   “Suke’i suke’ta wali-wali, isuke’i ulu susutta wali-wali, isuke’i edda’ta wali-wali”.

3. Baca Mattunu Dupa. (Doamembakar dupa)
   “Lapaisseng asemmu batu langi muteppa ritaue, nariaseng dupa asemmu muteppa ritanae, nariaseng lapalettu, paletturengnga       rianu (nama yang ditujukan)

4. Baca Mattimpa’ Tange’ ( Doamembuka pintu )

   “Utimpa’ tange’ku upasitimpa’ tajanna linoe, Oo Puakku pompo’i matanna essoe pasiomporengnga dalle’ku sangadi matengnge’i    menre’ matanna essoe namatengnge’to dalle’ku”.

5. Baca Mattaro Dui (Doa menyimpan uang)

   “Yarase’ asemmu dui, lapaulle ambo’ indo’mu utaro kassara’mu warekkeng alusu’mu, Nurung mattaro, Muhammad tambai, Allah    Ta’ala pabbarakka’ko, upasitako seppulo juta ettana sitaung welliakko anu, ucera’ko anu, tawana waie utang”.
       
6. Baca Mappalao Dui. (Doa membelanjakan uang)

   “Ee Yarase’, Muhammad palaoi kassara’mu nalao rupa dui, kutaro tawana apie, angingnge, upalao ee yarase’ tellu mpennino ri    laomu mulisu ri alusu’mu”.
        
7. Baca Mattaro Bare’ (Doamenyimpan beras)

   “I Deceng asemmu berre’, ibumbu ola’ ipenno asemmu pabbaresseng, walu malako, malaikat tambaiko, mettipiro uwaina tasi’e    nametti pabbaressekku’, leppappi ola’e naleppang olakku”.
        
8. Baca Mattaneng-taneng. (Doa bercocok tanam)
   “Kung mappalla’, kung mappamula noko mulessi menre mupenno, duppai topole panguju tollao puana’ko La Baco’ nennia Becce’.    Amin Yaa Rabbal’alamin”.
   
10.Baca Matteppang Bibi’ Ripangempangnge (Doamenyimpan bibit)
   “Nabi Hedare’ nabimmu uwaie, I Mallebbang asemmu wai’ kung masse’ asemmu tana, kung mappamula, kung ipammulai, muallise    muenre mupenno. Alhamdulillah Sultanika”.
   
11.Baca Mabbukka Balu'-Balu' (Doa berdagang)
   “Ujala pasa, ujala pappasa, golla pangelli, bere-bere lessi mabbalu namalessi pangallie".
  
12.Baca Mappiara Olo’–Kolo’.(Doa beternak)
   “Senge’ asemmu olo’-kolo’, api pabbijako,wai pajokoko, anging padisingiko, tana pakkianakiko, karna Allahu Ta’ala.    Kun-fayakun”.


6. CATATAN

    Pitu Massenreng Pulu, Eppa Massumpang Minanga iyanaritu :

    (SYECH YUSUF, LANSIRANG, ARUNG PALAKKA, KH. HARUN, PETTA BARANG, IMAN LAPEO,  Dt. SANGKALA)

1. MATASE RI SANGNGALLA’
2. PAJUNGNGE RI LUWU
3. MANGKAU’ RI BONE
4. SOMBAE RI GOWA
5. DATU RI SOPPENG
6. ARUNG MATOAE RI WAJO
7. ADDATUANGNGE RI SEDENRENG
8. BAKKA-LOLOE RI SAWITTO
9. ORIKKORINGNGE (PASSIRING)
10.  MARADDIAE (TANA MENRE’)
11.  TEMKAKAE (MAMUJU)
12.  SALEWATANGNGE (BUTUNG)
13.  SAMPARAJAE (TANA KAILI)

Kamis, 27 Februari 2014

Makam Raja-raja Tallo (Sulawesi Selatan)

Makam Raja-raja Tallo (Sulawesi Selatan)

Pengantar
Di Provinsi Sulawesi Selatan banyak dijumpai berbagai peninggalan sejarah yang berupa benteng, monumen, masjid, makam dan bangunan-bangunan tua lainnya. Salah satu diantaranya adalah makam raja-raja Tallo. Kompleks makam ini terletak di Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, sekitar 7 kilometer di sebelah utara kota Makassar. Kompleks makam yang dibangun sekitar abad ke-17 ini merupakan tempat pemakaman raja-raja Tallo abad ke-17 hingga abad ke-19. Kerajaan Tallo dahulu adalah merupakan bagian dari kerajaan Gowa. Namun, pada masa pemerintahan Raja Gowa VI (Tunatangkalopi), kerajaan Gowa dibagi menjadi dua (Gowa dan Tallo) dan diserahkan kepada kedua puteranya. Kedua kerajaan baru tersebut kemudian membentuk suatu persekutuan yang kekuasaannya sangat berpengaruh di wilayah Indonesia bagian timur.

Pada tahun 1974/1975 dan 1981/1982 kompleks makam raja-raja Tallo dipugar oleh pemerintah melalui Ditjen Kebudayaan, Direktorat Perlindungan dan pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bangunan makam yang dipugar hingga mendekati bentuk aslinya ini sekarang tampak asri, tertata apik dengan pepohonan yang rindang, dan dapat dijadikan sebagai suatu obyek wisata budaya.

Komplek makam raja-raja Tallo
Komplek makam raja-raja Tallo berada di sudut sebelah timur laut dalam lingkup benteng Tallo yang luasnya sekitar 9.225 meter persegi. Namun, benteng Tallo itu saat ini hanya dapat ditemui sisa-sisanya saja pada sisi barat, utara dan selatan. Sedangkan, di dalam areal benteng, kecuali makam, telah dijadikan sebagai lahan hunian penduduk setempat.

Makam raja-raja Tallo yang berjumlah sekitar 78 buah itu dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: (1) tipe susun-timbun, yakni tipe makam yang berbentuk susunan balok batu berbentuk persegi, sehinggga hampir menyerupai bentuk susunan candi-candi di Jawa yang terdiri dari kaki, tubuh dan atap. Tipe makam yang dahulu disebut dengan istilah jiret semu ini merupakan tipe makam yang umum dijumpai di daerah Sulawesi Selatan, yang biasanya diperuntukkan bagi raja, pejabat atau pembesar istana; (2) tipe papan batu, yakni tipe makam yang dibuat seperti model bangunan kayu berbentuk empat persegi panjang, namun bahannya terbuat dari pasangan empat bilah papan batu; dan (3) tipe kubah, yakni bangunan berongga yang berdiri di atas batur empat persegi dengan atap kubah yang terdiri dari empat bidang lengkung ke dalam. Bangunan makam tipe kubang ini selain di Sulawesi Selatan, dapat dijumpai pula di daerah Timor dan Tidore.

Sedangkan, ragam hias pada ketiga tipe makam tersebut cukup bervariasi, yang diantaranya adalah: medalion, tumpal, panel persegi berisi ukiran dengan pola geometris, tumbuhah/daun/kelopak bunga/suluran yang distilir, pemasangan cawan atau piring keramik pada panel hias atau pada dinding-dinding cungkup makam, dan kaligrafi.

Dari ke-78 makam di Tallo ini, baru sekitar 20 makam yang dapat diidentifikasi, antara lain: makam Sultan Mudhafar (Raja Tallo ketujuh), Karaeng Sinrinjala (saudara Sultan Mudhafar), Syaifuddin (Sultan kesebelas), Siti Saleha (Raja Tallo keduabelas), La Oddang Riu Daeng Mangeppe (Sultan keenambelas) dan I Malingkaang Daeng Manyonri (Raja Tallo pertama yang memeluk agama Islam). Raja Daeng Manyori, yang mendapat julukan Macan Keboka ri Tallo (Macan Putih dari Talo) dan Karaeng Tuammalianga ri Tomoro (Raja yang berpulang di Timur) ini, sangat berjasa dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Buton, Ternate dan Palu. (ali gufron)

Macang Keboka Ritallo

SIRI ',PACCE DAN SARE KERAJAAN TALLO.

BAGAIMANA TALLO MENJADI SEBUAH KERAJAAN YG BEROTONOMI DI DLM KERAJAAN GOWA.
Raja Gowa Tunatangka Lopi' mempunyai dua putra yg sulung bernama Batara Gowa, dan bungsu disebut Karaeng Loe ri Sero', siapa nama asli mereka  itu tdk diketahui .
Pada suatu waktu timbul perselisihan diantara dua pangerang tersebut,oleh karna itu Tunatangka Lopi,khawatir bahwa sengketa itu dpt menimbulkan perang saudara di dalam kerajaan Gowa,maka untuk mencegah terjadinya bahaya itu Baginda,memisahkan Gallarrang-gallarrang di Gowa dlm dua golongan yg pertama ditetapkan untuk dikuasai oleh Batara Gowa,yaitu : 1.Gallararrang Paccelekang.2. Gallarrang Pattallassang.3.Gallarrang Bontomanai Timur.4.Gallarrang Bontomanai Barat.5.Gallarrang Tombolo.6.Gallarrang Mangasa. Sedangkan Gallarrang yg kedua ditetapkan utk dikuasai oleh Karaeng Loe ri Sero' yg meliputi : 1.Gallarrang Samata. 2.Gallarrang Panampu.3.Gallarrang Mongcong Loe.4.Gallarrang Parang Loe. Entah berapa lamanya Tunatangka Lopi' mengendalikan pemerintahan di Gowa,maka Baginda mangkat,yg mewarisi tahta kerajaan Gowa ialah Batara Gowa .Perdelisihan diantara Batara Gowa dgn Karaeng Loe ri Sero masih saja berlangsung ,sehingga Karaeng Loe ri Sero meninggalkan Gowa dan pergi ke Jawa. Sementara itu Gallarrang-gallarrangnya terpaksa ikut terpaksa ikut pada Batara Gowa,hal mana berarti bahwa Batara Gowa mengdaulat kekuasaan dari Karaeng Loe ri Sero' atas gallarrang-gallarrangnya.Kemudian Karaeng Loe ri Sero' kembali dari Jawa,maka beliau pergi tinggal di atas sebuah tempat dekat sungai,kemudian nama itu dinamai oleh Karaeng Loe ri Sero' PASSI'NANG ( yg bersedih ),hal mana nama itu lazim disebut Pacci'nang.dinamai demikian karna Karaeng Loe rio Sero' bersedih hati karna perbuatan Batara Gowa terhadap beliau sehingga beliau pergi ke Jawa dan selembalinya dri Jawa tinggal ditempat tersebut.Sementara Karaeng Loe ri Sero' tinggal di Paccinang,maka Karaeng Loe ri Bantang dan Karaeng Loe ri Bira,mewujudkan suatu persahabatan dgn beliau,kedua karaeng loe itu meminta kiranya Karaeng Loe ri Sero' sudi tinggal di kampung Bontoa,dlm wilayah Karaeng Loe ri Bira.Beberapa waktu kemudian karaeng Loe ri Bantang dan Karaeng Loe ri Bira bersepakat utk mengakui dan memperlakukan Karaeng Loe ri Sero,sebagai Raja yg kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan mereka itu.Karaeng ri Bantang dan Karaeng Loe ri Bira,menyuruh rakyatnya menebang sebuah hutan yg bernama TALLOANG,dekat sungai Bira,maka ditempat itu didirikanlah istana untuk Karaeng Loe ri Sero'.Kemudian tempat itu dinamai TALLO.pada waktu itulah mulai berdiri kerajaan Tallo dan Karaeng Loe ri Sero' sebagai Rajanya yg pertama.Adapun Kerajaan Tallo,pada waktu itu adalah. 1.Karaeng Loe ri Bira( Biringkanaya).2.Karaeng Loe ri Bantang ( Sudiang ).3.Karaeng Loe ri Bulu Loe ( Paccerakkang).4. Dampang Parang Loe. Dan tujuh Gallarrang yaitu : 1.Gallarrang Mongcong Loe.2.Gallarrang Rappo jawa.3.Gallarrang Rappo Kalling.4.Gallarrang Kalukuang.5.Gallarrang Kaluku Bodoa.6.Gallarrang Pannampu dan  7.Gallarrang Tallo.  

Sumber : https://www.google.com/#q=macang%20keboka%20ri%20tallo

15 Benda Keramat dari Tana Toraja

15 Benda Keramat dari Tana Toraja



13608357641422885704
Aneka Jenis Jimat,dok:my.opera.com/Adekai24
Tak dipungkiri lagi,Tana Toraja memiliki segudang misteri. Bukan hanya objek wisata,jimat, mitos tetapi juga ada benda-benda keramat DI bumi Lakipadada ini.Penasaran seperti apa benda tersebut,mari kita simak :
1. Bate Manurun yaitu sebuah panji berupa kain batik yang ditengahnya ada gambar burung Garuda dimana pemiliknya akan mendapatkan keberuntungan .Di tempat lain ,ada pula Bate Manurun yang tidak bisa dibuka dari tempatnya tanpa mengadakan persembahan seekor anak ayam Jantan Sella’ (Ayam jantan berbulu merah dan berkaki putih).Apabila dibuka sembarangan akan menimbulkan angin puyuh yang membinasakan.Tidak boleh pula dilangkahi hewan atau manusia .Benda ini digunakan sebagai pelindung desa dengan mengadakan angin puyuh jika ada musuh yang hendak menyerang.
2. Pongollong yaitu sebuah parang yang dimiliki Tongkonan Pong Pippa di Tabang (Sesean) dimana parang ini bisa terhunus sendiri apabila ada bahaya yang mengancam
3. To Sawitto yaitu sejenis parang/pedang milik tongkonan Simbuang tetapi sarungnya ada di Sawitto( Pinrang).Parang ini adalah tanda perjanjian damai antara rakyat Simbuang dengan Sawitto dimana jika ada yang melanggarnya akan terkutuk seumur hidup
4. Kandaure yaitu sejenis perhiasan yang terbuat dari macam-macam manik.Manik-manik tersebut diuntai menurut daya cipta tertentu sehingga menyerupai alat yang menyerupai corong disertai gambar dan ukiran-ukiran.Pinggirnya berumbai panjang dengan aneka ragam manik-manik yang teruntai rapi pada tali.Kandaure biasa dipakai wanita pada pesta keramaian,atau perhiasa pada pesta orang mati.Benda ini dipercayai mendatangkan berkat bagi pemiliknya dan juga bisa mendatangkan malapetaka
5. Balo ‘ Tedong yaitu benda aneh yang ada hubungannya dengan kerbau.Ada yang berasal dari batu.Bentuknya seperti kerbau.Biasanya diupacarai,seperti dalam upacara ma’kambu.Batu direndam di dalam palungan yang penuh air.Kerbau yang meminumnya akan berkembang biak dengan baik
6. Kale’ke yaitu benda yang berbentuk anak kerbau dan ada pula yang seperti gelang-gelang rotan pada hidung kerbau dimana orang yang menyimpannya akan memiliki kerbau yang berkembang biak dengan baik dan berani berlaga.Pemiliknya gampang berkelahi karena sifatnya yang keras kepala
7. Rante bai yaitu benda yang berasal dari babi dimana orang yang memilikinya akan memiliki kekebalan.
8. Pa’puangan yaitu benda yang warnanya hitam dan dilingkari warna putih ,bentuknya seperti batu permata dan jumlahnya tujuh buah.Satu diantaranya sebesar tinju dan selalu bersinar.Bagi yang memilikinya akan membawa keberuntungan. Orang tak boleh minum atau buang air jika ada didepan benda tersebut.Bagi yang melanggar akan mendapat kecelakaan.
9. Kurin dedekan atau gori-gori tangma’ti yaitu benda yang membuat pemiliknya takkan kehabisan persediaan makanan.
10. Ranteballa yaitu benda yang membuat pemiliknya dapat mengalahkan semua musuh-musuhnya.
11. Doke Talluloloknya yaitu tombak bercabang tiga dimana ujung-ujungnya disalut dengan emas dan dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Benda ini digunakan dalam Rambu Tuka dan Rambu Solo’
12. Mawa’/maa’ yaitu sejenis kain peninggalan nenek moyang.Ada beberapa jenis mawa’ seperti:
a. Di daerah Sillanan, terdapat mawa’ lotong yaitu kain bewarna hitam yang konon bisa berubah jadi ular hitam dimana orang yang memiliki benda ini akan ditakuti atau disegani
b.Di daerah Botang terdapat mawa yang sewaktu –waktu bisa seperti kain tua yang robek dan kadang pula seperti baru .Orang yang menyimpannya akan terhindar dari segala marabahaya
c. Di daerah Rantebala,ada Mawa’ yang kadang berbentuk ular dan kadang pula seperti kain robek
d. Di daerah Panggala’ , ada Mawa’ yang bisa berubah-ubah dimana perubahan tersebut mengandung arti .Kalau kainnya kelihatan utuh maka keluarga berada dalam keadaan baik namun jika kelihatan robek maka akan ada kedukaan yang melanda keluarga tersebut.
13. Sambu Siluang yaitu sejenis kain sarung tanpa jahitan yang mempertemukan kedua ujungnya.Benda ini dipercayai menjadikan keluarga akan rukun dan damai
14. Tannun Tangmangka yaitu kain tenun yang sangat panjang dan tidak terselesaikan dimana benda ini milik Puang Manaek di Nonongan .Benda ini dipercayai membawa keberuntungan
15. To Bolong yaitu sejenis parang tertua yang dimiliki oleh tongkonan di Pa’tengko yang dipercayai akan membuat kerbau si empunya akan berkembang biak dengan baik
Yah ,inilah benda-benda yang dianggap keramat di Tana Toraja yang berlaku zaman dahulu.Namun sekarang sudah susah untuk dijumpai. Namun dalam kehidupan ini, kita harus lebih percaya kepada Allah sebab Dialah juruselamat dan pelindung bagi Umat-Nya.
Referensi: Roh-Roh dan Kuasa-Kuasa Gaib

Kubah di Tanah Istana Kalegowa

Kubah di Tanah Istana Kalegowa



13448608041002176735
Sumber: Penjaga makam, Daeng Liong, tampak sedang berdoa depan makam Syekh Yusuf. (sumber foto: majalahversi.com)
Kebanyakan orang menyebut makam “Syekh Jusuf Tuanta Salamaka ri Gowa” sebagai Ko’bang. Namun, beda  bagi warga yang bermukim disekitar situs Makam. Menurut mereka, jika berada di Ko’bang berarti  sedang mengunjungi Lakiung, dimana kuburan Syekh Yusuf dan para raja-raja Gowa bersemayam.
Sejatinya, penyebutan  Ko’bang , adalah untuk mengartikan bentuk kubah makam di sana, yang terlanjur dilapazkan sebagaiKo’bang lidah orang Makassar, Bugis serta suku-suku Sulawesi Selatan.
Juru kunci Makam, Haji Muhammad Yusuf Daeng Liong, menjelaskan,  Ko’bang itu berpangkal kata dari  Kubah, namun kekhasan lidah suku Makassar dan sekitarnya terlanjur menyebut Ko’bang . Sampai sekarang, penamaaan itu melekat serta mengisi perbendaharaan kata suku Makassar. “Karena lidah kita tidak mampu menyebutnya, “ Jelasnya saat ditemui pada kamis, (1/5/2009) lalu.
Diatas tanah itu, juga disebut-sebut sebagai Karamaka atau Keramat, sebagai tempat yang dikeramatkan seperti pada kuburannya yang berada di Cope Town, Afrika Selatan.
***
“Buka jam 07-15” begitulah sebuah maklumat yang dipajang di sebelah kiri pada dinding pintu utama makam Syekh Jusuf. Dengan ukuran 50 centimeter persegi ini hampir saja tidak nampak karena dilumuri cat warna putih.
Pada jam-jam itulah para peziarah berbondong-bondong masuk. Tidak tanggung-tanggung, mereka datang secara massal bersama keluarga, kerabat atau tetangga, dengan mobil pribadi atau menyewa angkutan kota atau angkutan antar Daerah.
Menurut warga setempat yang rata-rata penjual bunga, warga “orang atas” (untuk menyebut masyarakat berasal dari daerah kabupeten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba)  sering berkunjung disini dan beberapa warga dari kabupaten Bone, Maros, Palopo, dan daerah lainnya Sulsel. Warga kota Makassar yang jarang berziarah.
Letak kompleks makam kharismatik Syekh Jusuf atau Ko’bang ini berada ditengah kepadatan pemukiman warga Makassar dan Gowa. Tepatnya di jalan Syekh Yusuf, sekitar 500 meter dari gerbang perbatasan kabupaten Gowa-Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jalan ini pula sebagai petanda perbatasan dua daerah ini.
Kompleks situs ini berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Makassar, namun dua pemerintahan ini sepakat jika makam Syekh Yusuf sebagai bagian dari wilayah kabupaten Gowa. Jadi hanya kompleks situs ini saja yang berada di Kabupaten Gowa tepatnya di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu.
Sedangkan pemukiman yang berada di samping kiri, kanan dan belakang makam masuk wilayah kota Makassar. Kompleks ini terapit oleh dua perumahan besar, Permata Hijau Indah berada disebelah timur dan Griya Fajar Mas dibelakang kompleks atau bagian Utara.
Selain ko’bang, didalam kompleks juga berdiri masjid, perpustakaan dan kuburan raja Gowa, para kerabat dan pembesar kerajaan Gowa yang sudah tidak dikenal atau tidak memiliki nama dan  sebagai pekuburan umum sehingga terdapat ratusan kuburan warga. Masjid dengan nama Syekh Yusuf ini dibagun pada tahun 1955.
Arsituktur bangunan ini sarat dengan simbol Islam, terutama penjelmaan bentuk kubah masjid. Baruga pintu utama situs makam yang ada sekarang ini, tidak jauh dari bentuk aslinya setelah mengalami dua kali pemugaran. Namun jika anda memperhatikan tekstur Baruga yang tingginya sekitar 6,5 meter ini, sangat dipengaruhi oleh bangunan keraton jawa.
Pemugaran pertama dilakukan pada masa H. Ibrahim Daeng Pabe, juru kunci yang berasal dari generasi ke-8 keturunan Syeikh Yusuf, seabad kematian beliau. Disini bangunan kubah dibobol untuk dibuatkan jendela. Terdapat dua jendela, sebelah timur dan barat yang mengatur suhu udara makam.
Sedangkan pada masa Muhammad Yunus Daeng Liong, juru kunci sekarang ini. Pemugaran dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo, sewaktu menjabat Bupati Gowa, pada tanggal 16 April 1998. Pemugaran dilakukan pada pagar, pemberian atap koridor yang akan menghubungkan beberapa tempat dan perpustakaan.
Di bilangan Lakiung ini, terdapat beberapa Ko’bang yang dijadikan obyek wisata oleh pemerintah setempat; makam Raja-raja Gowa di kompleks Masjid Katangka, makam Arung Palakka, dan makam di kompleks raja Sultan Hasanuddin.
Di kompleks ini terdapat empat kubah dan Makam Syekh Yusuf yang paling besar. Namun, kata Daeng Liong, tidak ada keistimewaan dari besar kecilnya sebuah kubah makam. Ukurannya tergantung berapa jenazah yang disemayamkan didalamnya.
Makam Syekh Yusuf memiliki ukuran sembilan meter persegi. Diisi oleh kuburan Syekh Yusuf beserta Isteri, Raja ke-19 Gowa Sultan Abd. Djalil, dan beberpa petinggi kerajaan Gowa dan kerabatnya yang berjumlah 11 kuburan.
Sedangkan tiga kubah lainnya, lebih kecil. Ko’bang tersebut merupakan pengikut beliau dari Afrika Selatan yang ukurannya sekitar lima meter persegi dan masing-masing terisi dua buah makam. Namun bentuk Kubah tersebut merupakan penjelmaan dari kebesaran orang yang disemayamkan didalamnya. Syekh Yusuf berasal dari keturunan raja Gowa, konon pemberian nama itu berasal dari Raja Gowa Sultan Alauddin.
Jika anda memperhatikan atap makam Syekh Yusuf, terdapat guci yang berwarna abu-abu. Keberadaan guci ini sebagai simbol kebesaran Tuanta Salamaka ri Gowa. Guci inilah pertanda sebagai bangsawan besar. “Ibarat sebuah cincin, guci itu adalah permatanya,” Ungkap orang yang diberi kedaulatan memegang kunci makam ini.
Tetapi simbol kebesaran dari guci yang menghiasi kubah sekarang ini merupakan imitasi. Guci aslinya telah digasak pada tahun 1967. “Guci itu dicuri ditahun 1967. Bersamaan beberapa arca-arca peninggalan situs candi di jawa juga hilang, “ Sambung penjaga makam yang telah mengabdi selama 40 tahun ini.
Jika melihat letak antara Kompleks Makam Syekh Yusuf, makam raja-raja Gowa dalam kompleks Mesjid Tua Katangka dan Makam Raja Sultan Hasanuddin dan pembesar lainnya, jaraknya tidak terlalu jauh dan posisi letaknya juga diduga tidak lepas dari keadaan geografis jaman kerajaan Gowa melawan panjajah VOC. Sebagai bekas bekas Istana Tamalate dan benteng pertahanan Kalegowa.
Menurut Liong, kompleks makam Raja Sultan Hasanuddin merupakan bekas istana Tamalate, sedangkan kerangka jenazah Syech Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa dikebumikan di tanah bekas benteng Kalegowa. Semasa hidupnya, kharisma Syekh Yusuf begitu besar, terutama pada masyarakat yang pernah disinggahinya; Banten, Madura, Pelambang, Srilangka, dan Afrika Selatan. Setelah kematiannya, muncul pengklaiman bahwa makam-makam beliau juga terdapat dibeberapa tempat yang hingga kini masih tetap diziarahi.
Makam Syekh Yusuf Tuanta Salamaka ini merupakan satu dari enam versi makamnya yang dianggap ada. Di Indonesia terdapat di Banten, Madura dan Palembang. Sedangkan diluar negeri berada di Afrika Selatan dan Srilangka.
Menurut  Liong, lima tahun kematian Syekh Yusuf di kebumikan di Cope Town, Afrika Selatan, barulah pihak belanda mengizinkan pihak kerajaan gowa membawa jazad Syekh Yusuf. Itu pun setelah menyelesaikan beberapa persyaratan; membayar upeti. “Karena sudah lima tahun, jadi yang dibawa ke sini adalalah kerangkanya, “ Ungkapnya.
Atas perintah raja Gowa ke-19. Sultan Abd. Djalil, kerangka mayat Syekh Yusuf diambil paksa dengan 300 kapal perang kerajaan Makassar (kerajaan Gowa-Tallo) dan menyita waktu sampai tiga bulan sampai dikampung halamannya, Gowa. Sedangkan ditempat lain, kata H. Liong hanya Sorban dan tasbih Tuanta Salamaka ri Gowa. (A).
Minya’ bau’ ri Ko’bang, Nazar di Karamaka
“Bunga, Pak. Bunga, Pak “ Sodor penjual bunga kepada para pengunjung yang harganya mulai Rp 15 ribu. Harga bunga disini cukup beragam, tergantung kesanggupan dan penawaran peziarah, alisa boleh ditawar.
Pedagang bunga-kembang sesajian ini cukup banyak menawarkan di depan situs pemakaman yang juga sering disebut Karamaka atau Ko’bang ini. Mereka kadang berebutan pelanggan atau peziarah dapat membelinya di toko-toko sepanjang tepi jalan ini, terutama depan Makam.
Di toko-toko tersebut, tidak hanya menawarkan bunga sesajian, tetapi dapat menyediakan hal-hal yang berkaitan dengan nazar jika terkabul; seperti ayam, kambing, kerbau, sapi, songkolo (beras ketan) dan lain-lain yang mereka sanggupi.
Uniknya, dari sesajian ini, para pedangan  telah mengepaknya dalam sebuah wadah dari potongan kaleng plastik bekas cat atau kaleng biskuit Denish Monde, Arnott dan lain-lain. Lalu dibungkusnya dengan kain putih.
Dalam wadah ini terdapat segenggam kuntum kembang bunga, daun pandan, lilin merah kecil, kemenyan dan sebungkus atau sebotol minyak yang oleh mereka sebut minya’ bau. “karena minyaknya harum,” jelas Sapri, yang sehari-harinya menjual bunga dikawasan itu.
“Minya’ bau” atau minyak harum ini sebagai media ritual disini, digunakan dengan menyiram tugu-tugu nisan yang akan diziarahi.
Sapri, salah satu penjual bunga, mejelaskan, minyak yang berwarna merah ini berasal dari beberapa bunga dan kembang sehingga menghasilkan aromanya harum dan diracik oleh para penjual sendiri. “minyak bau ini diracik oleh mereka sendiri, “ ungkapnya.
Selepas pintu utama yang tingginya sekitar 2,5 meter ini, Anda akan ditangkap suasana riuh rendah tukang peminta-minta yang mayoritas anak-anak dan penjual bunga disepanjang koridor halaman makam, maka siapkan uang seribuan sebelum berziarah.
Koridor-koridor ini menghubungkan masjid, pintu keluar dan masjid dan hanya koridor utama yang bertegel. Para peziarah hilir mudik melintasi koridor ini tanpa menggunakan alas kaki, sepertinya tanpa diberi tahu mereka telah paham tata cara ziarah disini.
Koridor utama bertegel warna pink hingga di dalam makam Syekh Yusuf. Pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 2006 ini masih menyisakan beberapa tegel lama didepan pintu masuk dan di dalam makam syekh yusuf.
Diatas pintu luar yang berbentuk kubah ini terdapat prasasti berhuruf lontara yang disandingkan dengan huruf Arab Serang berbahasa Makassar dengan sentuhan cat warna emas yang ukurannya satu meter persegi. Sedangkan pintu dalam juga terdapat prasasti versi bahasa Indonesia yang berbunyi:
“Syech Yusuf Tuanta Salamaka Ri Gowa-Tajul Khalawatiah - lahir, di Gowa, Tanggal 3 Juli 1626 - Menunaikan ibadah Haji, tahun 1664 - Diasingkan oleh Belanda dari Banten ke Srilangka, tahun 1693 - Dipindahkan ke Srilangka ke Cope Town Afrika Selatan, tahun 1694 - Wafat di Cope Town, 22 Mei 1699 - Dikebumikan di Laiung-Gowa, 6 April 1705 - Pahlawan Nasional RI, 9 Nopember 1996 (Seharusnya 7 Agustus 1995) - Pahlawan Nasional Afrika Selatan, 27 September 2005”
Suasana ritual dalam makam begitu kental; asap, bau kemenyan dari dupa, dan suara doa dari juru kunci serta kekhusyukan peziarah memohon sesuatu.
Ketika memasuki ruangan yang berukuran sembilan meter persegi ini, cahaya remang menyelimuti 11 kuburan yang berjejer dua baris. Jejeran atas terdapat makam Syekh Yusuf, disebelah atau ujung barat terdapat makam Isterinya, Sitti Daeng Nisang sedangkan timurnya terdapat tiga makam, yakni Raja Gowa ke-19 Abd.Djalil atau Mappadulung Daeng Mattimung (Karaeng Sandrobone Sultan Abd. Djalil Tuminangan Ri Lakiung), Karaeng Panaikang (Istri Raja Gowa ke-19) dan Syekh Abd. Basyir (Tuang Rappang)
Sedangkan di selatan atau dibawahnya, berjejer enam makam, dari kanan ke kiri; Tuang Loeta (dari Bantaeng), Lakiung, Tanri Daeng, Tanri Uleng, Tanri Abang dan Daeng Ritasammeng.
Selain jejeran 11 kuburan, juga terdapat foto makam Syekh Yusuf  di Afrika Selatan yang menghiasi dinding. Kemudian dua piagam; piagam tanda kehormatan bintang Mahaputra Adipradana dan piagam gelar Pahlawan Nasional. Piagam tersebut ditandatangani oleh Soeharto pada tanggal 7 Agustus 1995.
Sedangkan pas diatas makam Syekh Yusuf, dipajang foto beliau bersama Raja ke-25 Gowa, Daeng Manglekung Dg Manyori dan Raja Gowa ke-31. Andi Mangimangi Daeng mantutu. Juga terdapat meja disudut belakang bersama lemari kayu dan berangkas besi penyimpanan benda-benda berharga.
Bangunan kuburan Syekh Yusuf dan istrinya begitu besar dan nampak motif ukirannya lain dibanding yang lainnya yang putih polos dan ukurannya sedikit kecil, 3×1 meter. Kuburan Syekh Yusuf yang berrelief sulur-suluran, daun-daun dan bunga-bungaan dan berukuran 3×125 meter.
Kerangka kelambu dan payung hanya terdapat di makam Syekh Yusuf dan istrinya, Sitti Daeng Nisang, merupakan petanda kebesaran beliau. Di makam Tuanta Salamaka terdapat disebelah kanan dan istrinya disebelah kiri, yang makam berada disebelah barat makam suaminya
Kuburan Tuanta Salamaka nampak tidak di kelambui, sehingga dengan jelas dapat melihat media-media ritual; dua lilin merah menyelah, kemenyan, serta kembang-bunga, irisan daun pandan yang menumpuk di nisan Syekh Yusuf. Begitu pula makam istrinya
Nisan Tuanta Salamaka berbentuk mahkota nampak sudah hitam dan basah lecap oleh lumuran minyak “bau” yang sudah ratusan peziarah yang melumurinya hingga siang ini. “Sudah ratusan orang yang berziarah,” kata Liong
“Apa kanannu?” tanya  Liong kepada salah seorang wanita setengah tua. Pertanyaan  ini kurang lebih mengartikan “apa niatmu”. Lalu juru kunci makam ini pun memanjatkan doa untuk peziarah itu, agar dikabulkan.
Wanita tadi mengeluarkan bunganya yang dibelinya diluar. Menaburkan bunga ditengah makam, menyalakan lilin dan membakar kemenyannya di dupa dan menyiram “minya’ bau’ di nisan Syekh Yusuf. Ia pun berdoa.
Ya begitulah, makam disini dianggap keramat dan banyak dikunjungi peziarah. Tidak sedikit dari peziarah yang dikabulkan niatannya. “Mayoritas peziarah dikabulkan niatannya, “ Ungkapnya.
Peziarah tak hanya datang dari daerah-daerah kabuaten Sulawesi Selatan, tapi juga kalimantan, Jawa, Palu, Manado, bahkan peziarah dari Afrika, Malaysia dan Srilangka. Bahkan para pejabat juga berdatangan “pokoknya berasal dari semua suku, ras, agama dan kebangsaan, “ kata nenek yang memiliki tujuh cucu ini.
Pemegang kunci Makam inilah yang banyak tahu isi nazar-nazar peziarah. Menurutnya, permintaan mereka itu tak lepas dari seputar siklus hidup. Dapat dimulai dari keinginan untuk menikah, dapat jodoh atau hubungan dengan pasangannya dapat dilanjutkan ke jenjang nikah. Pemandangan pasangan nikah, lengkap dengan pakaiannya hampir tiap hari disaksikan disini, “mereka datang melepas nazarnya, ” kata  Liong. Juga menginginkan anak atau keturunan, masalah kesehatan dan niatan agar mendapat perkejaan dan naik jabatan dan lain-lain.
Namun, tak hanya warga biasa yang berziarah disini, para pejabat pun berdatangan. Seperti Jusuf Kalla (JK) saat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Pemilu 2004 lalu. Tanggal 7 Juli 2004 itu, JK yang berpasangan dengan SBY berkunjung. Kedatangnya saat pasangan ini dipastikan maju ke babak kedua. Saat itu, tidak hanya mengunjungi Syekh Yusuf, tapi juga makam Sultan Hasanuddin, dan makam Aru Palakka.
Momen Pemilihan Umum (Pemilu) Calon Legislatif (Calag) 2009 pun juga dimanfaatkan para Caleg. Seperti Ketua Umum DPP Partai Hanura, Wiranto, juga menyempatkan berziarah ke makam ini saat berkunjung ke Makassar pasca Pemilu Caleg 2009. Sebelumnya dalam lawatan Rakernas III PDIP di Makassar. Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri bersama rombongan, juga menziarahi makam ulama kharismatik ini dan Sultan Hasanuddin.
Sepertinya momen-momen Pemilu ataupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), para pejabat atau calon yang akan bertaruh mengagendakan untuk ziarah di Ko’bang. Pada Pilkada Kota Makassar, 2008 lalu tim spritual Ilham Arief Sirajuddin-Supomo Guntur (IASmo), kata penjaga Makam juga sempat ziarah di makam ini.

Sumber : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/08/13/kubah-di-tanah-istana-kalegowa-485561.html